Selasa, 18 September 2007

Konsep Adil dan Pengambilan Keputusan dalam Perspektif Islam

Adil dalam kacamata Islam

Sudah menjadi fitrah manusia menginginkan untuk hidup di masyarakat yang berkeadilan. Karena keadilan adalah suatu cita-cita luhur yang lahir dari hati nurani manusia, ia merupakan kualitas ideal yang diharapkan tercipta dalam mewarnai kehidupan bersama, suatu kehidupan dimana anggota-anggotanya hidup rukun, saling memerlukan dan saling mendukung, tak ada yang berlaku aniaya dan tak ada pula yang diperlakukan aniaya. Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya kesempurnaan pribadi, standar kesejahteraan masyarakat, dan sekaligus jalan terdekat menuju kebahagiaan ukhrawi. Dengan kata lain, bahwa keadilan adalah sesuatu yang bersifat universal, yang tidak dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu serta dibutuhkan oleh setiap kelompok umat manusia kapanpun ia dan dimanapun mereka berada.
Adil dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti tidak memihak; tidak memihak. Dalam Islam adil banyak dijabarkan dalam kitab suci Al Quran antara lain:

Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena membela orang-orang yang khianat. (An Nissa’ ayat: 105)

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (An Nisaa’ ayat: 135)

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu yang menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al Maidah ayat: 8)
Demikian ayat-ayat diatas menjelaskan konsep dan anjuran berbuat adil terhadap diri sendiri, orang tua, saudara, kerabat seagama, kaya miskin maupun dengan penganut agama lain.
Al-Qur'an sebagai sumber aturan hidup manusia telah memberikan tuntunan kepada mereka agar senantiasa berbuat dan berlaku adil dalam setiap dimensi kehidupan. Tuntunan itu selain bersifat teoritis, lebih jauh lagi menghendaki adanya realisasi dalam praktek amaliah yang mewujud dalam kehidupan sehari-hari. Perintah tersebut diungkapkan al-Qur'an dalam berbagai surat, ayat, dan disampaikan dalam bahasa dan nuansa makna yang variatif.
Konsep Pengambilan Keputusan Menurut Perspektif Islam

Saat Kunjungannya ke Indonesia awal tahun ini, ulama terkemuka Syekh Dr. Yusuf Qardhawi, memuji pelaksanaan demokrasi di Indonesia yang selaras dengan penerapan nilai-nilai Islam yang moderat. Ia mengatakan, ‘’Dulu ada anggapan bahwa tidak mudah mengimplementasikan keduanya (demokrasi dan Islam), namun rakyat Indonesia membuktikan bahwa demokrasi dan Islam bisa sejalan,” (Republika, 9/1/2006).
Penilaian Qardhawi tidaklah berlebihan. Indonesia yang sangat pluralistik dan multi agama mampu hidup berdampingan, saling menghargai, dan mengedepankan sikap kasih sayang serta berjiwa damai. Sehingga penerapan konsep demokrasi yang adil dan benar, dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara tetap selaras dengan nilai-nilai Islam.
Memang ada pandangan miring dari sebagian kelompok terhadap demokrasi. Bagi mereka demokrasi adalah produk Barat dan cara hidup orang kafir. Pandangan mereka ini dipengaruhi oleh penyimpangan penerapan demokrasi yang melahirkan diskriminasi, konflik, perang, dominasi asing, dan arogansi negara tertentu. Namun, demokrasi yang dijalankan dengan benar, akan melahirkan kehidupan yang aman, damai, dan sejahtera. Penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, musyawarah, dan keadilan inilah yang membuat demokrasi bisa bersinergi dengan nilai-nilai Islam.

Konsep Demokrasi dan Musyawarah
Konsep demokrasi secara umum berarti dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Secara politik juga berarti kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat dalam membuat undang-undang dan peraturan negara. Tapi karena tidak mungkin seluruh rakyat dari pelbagai penjuru berkumpul guna membuat perundang-undangan, maka rakyat memilih wakilnya yang mereka percayai sebagai penyambung lidah. Rakyat memilih sekelompok orang yang bertugas menyusun undang-undang (legislatif), menjalankan pemerintahan (eksekutif), dan menegakkan hukum (yudikatif). Dengan sistem demokrasi kehidupan bernegara dapat menjamin terealisasinya prinsip-prinsip kemanusiaan seperti kebebasan, persamaan dan keadilan.
Dalam ajaran Islam, konsep yang sejiwa dengan demokrasi adalah musyawarah. Musyawarah berasal dari kata syawara-yusyawiru yang berarti saling memberi dan meminta nasihat atau saran. Imam at-Tabrasi mendefinisikan term as-syura sebagai diskusi untuk menemukan hak. Sedangkan Raqib al-Asfahani menegaskan bahwa syura adalah upaya menemukan pemikiran yang selaras dengan pendapat orang banyak. Ibnu Arabi dalam bukunya Ahkam Al-Qur’an menyatakan bahwa yang dimaksud dengan as-syura adalah pertemuan yang mendiskusikan silang pendapat untuk menemukan pemikiran terbaik. Dengan demikian, esensi musyawarah adalah proses pengambilan keputusan yang melibatkan orang banyak demi menghasilkan keputusan yang terbaik bagi masyarakat atau demi kebaikan bersama.
Rasulullah Saw tidak pernah malu meminta nasihat atau saran kepada sahabatnya tentang suatu masalah. Bahkan musyawarah adalah salah satu kunci sukses kepemimpinan beliau. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa Abu Hurairah mengatakan, “Aku tidak menemukan orang lain yang paling sering bermusyawarah selain Rasulullah Saw.,” (HR. Tarmizi). Dalam hadits lain dinyatakan, “Sesungguhnya umatku tidak dibenarkan untuk berkumpul dalam satu kebatilan, apabila menemukan perbedaan selesaikanlah dengan musyawarah.” (HR. Ibnu Majah).

Titik Temu Islam dan Demokrasi
Konsep demokrasi memberikan perhatian besar kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan hak asasi manusia, kebebasan, dan keadilan sosial. Sebagai ideologi, yang mengatur kemaslahatan bermasyarakat dan bernegara, ajaran demokrasi tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang sangat menjunjung tinggi nilai keadilan, egalitarianisme dan prinsip-prinsip kebebasan individu maupun kelompok.
Ada beberapa prinsip yang menjadi titik temu Islam dan demokrasi. Pertama, prinsip keadilan. Menurut Ragib al-Asfahani yang dimaksudkan dengan keadilan adalah keseimbangan yang selaras. Kata adil dalam Al-Quran dalam bentuk kata dasar dan kata kerja muncul sebanyak 28 kali. Sinonimnya kata al-Qisti (keseimbangan) disebutkan sebanyak 25 kali. Sedangkan dalam hadits kata adil juga sering disebutkan. Untuk itu tidak ada alasan bagi umat Islam untuk tidak menjadi umat yang adil.

Berikut beberapa ayat Al Quran yang memuat tentang pengambilan keputusan:
Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah tuhanku. Kepada Nya-lah aku bertawakkal dan kepada Nya-lah aku kembali. (Asy Syuura ayat: 10)

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (Asy Syuraa ayat: 38)